Tuesday, November 4, 2014

Manjakan Lidah dan Perut di Solo..

Saya bukan tipe pejalan yang senang mencoba berbagai macam kuliner. Selain memang tidak begitu fasih dalam membedakan rasa (rasa makanan biasa saja juga kadang saya bilang enak asal mengenyangkan. Hihihi), konsekuensi dari mencoba berbagai kuliner lokal di daerah yang saya kunjungi itu sungguh berat.

Seperti yang dikatakan Melzop, teman dari #NescafeJourney, tipe badan kami, makan kuaci saja jadi lemak! :'( Hihihihi.

Tapi itu semua berubah ketika kerajaan api menyerang saya ke Solo bersama Kakatete. Sebagai partner dalam #DuoGinuk (eh, kami sekarang punya fanpage sendiri di Facebook, Like dong yah yah yah), kami berusaha menerima dengan legawa bahwa badan kami memang tidak mungkin bisa dipepet hingga ke ukuran 2 atau bahkan 4. Dengan pemikiran seperti itu, saya mengubah pola pikir dari 'yang penting kurusan' jadi 'yang penting sehat dan happy'. Berubahnya pola pikir ini malah membuat badan saya enakkan. Ukuran baju dari 8 - 10 jadi ................................ tetap 8 - 10. Ya setidaknya stabil lah. Bagus kan? KAN? KAN? JAWAB 'IYA'!! *siap-siap melempar lembing beracun*

Saat di Solo, saya benar-benar memanjakan lidah saya dengan berbagai macam makanan khas sana. Pulangnya, hati saya bahagia, perut saya menggelayut manja penuh sukacita, lidah saya bergoyang tanda gembira. Ah, kurang apa coba? :D

Ini beberapa makanan yang saya kejar untuk coba ketika di Solo.

Gudeg Ceker Mergoyudan
Saya nggak tahu apa harus yang 'Mergoyudan' yang enak, tapi saya keukeuh mau mencoba yang Mergoyudan ini sesampainya kami di Solo. Gudegnya beda dengan gudeg di Yogya karena ini gudeg basah. Berkuah dan rasanya pun tidak terlalu manis. Jadi untuk yang sering mengeluh blah dengan manisnya Gudeg Yogya, monggo dicoba Gudeg Solonya mbak, mas. :D

Gudeg Ceker Mergoyudan. Kalau di foto kok kelihatannya horror ya. Hahaha.

Gudeg disajikan dengan pilihan nasi atau bubur. Dilengkapi dengan ceker (cakar ayam) yang tak terhingga banyaknya, tapi kalau kurang, tentu bisa pesan ceker tambahan. Saya suka rasa segarnya. Walaupun bersantan tapi tetap terasa ringan. Gurihnya juga pas!

Gudeg ini buka dari malam hingga pagi. Paginya pagi sekali karena jam 6 pagi biasanya sudah habis! Kemarin saya datang jam setengah enam dan beruntung masih dapat! Gnom gnom gnom!

Nasi Liwet Bu Sri
Ini nasi kesukaan saya! Oke, selain Nasi Tutug Oncom tentunya. Hihihi. Dan Nasi Liwet adalah pilihan makan pagi yang terkenal di seantero Solo. Ya semacam bubur ayam atau nasi uduk di Jakarta, toast di negara barat sana, atau buah segar di rencana diet saya. Cieeee, pencitraan maksimal. Makan pagi buah. Padahal lalu kelaparan, jam sepuluh cari makan lagi buka-buka kulkas kantor. Hihihi. *pukul-pukul sayang perut yang membulat*

Yampun kok jadi lapar? >.<

Nasi Liwet Bu Sri ini berlokasi di seberang Pasar Gede, Solo. Posisinya tidak menghadap Pasar Gede melainkan memunggungi, berhadapan dengan toko akuarium yang besar. Tanya saja sama petugas parkir dekat Pasar Gede, hampir semua tahu kedai minimalisnya Bu Sri ini. :D

Bu Sri sangat ramah melayani dan senang diajak mengobrol. Sayangnya, bagi saya, nasi liwetnya terasa biasa saja. Enak, tapi tidak yang enak sekali. Nasi liwetnya dilengkapi berbagai pilihan lauk tambahan dan saat saya makan di sana, saya mencoba makan lauk uritan untuk pertama kalinya. Uritan adalah bakal telur ayam. Bentuknya bulat berwarna kuning dengan tekstur agak keras dan rasa agak kering. Ini lauk kesukaan Kakatete yang sudah susah didapatkan di tempat lain. :D

Dawet Telasih Bu Dermi
Sudah makan nasi liwet di seberang Pasar Gede sayang sekali kalau nggak masuk ke dalam pasarnya. Selain ada banyak buah segar yang menggoda, di dalam Pasar Gede ini juga ada dawet telasih yang terkenal. Dawet Telasih Bu Dermi namanya. :D

Dawet Telasih.. Kesegaran tiada tara.. :')

Banyak yang menjual dawet telasih di dalam Pasar Gede tapi membaca dari ulasan beberapa orang, saya keukeuh mencari Dawet Telasih Bu Dermi ini. Hihihi. Posisinya ada di belakang jadi setelah masuk Pasar Gede, jalan saja terus ke arah belakang. Tempatnya tidak besar dan jumlah tempat duduknya pun sangat terbatas. Tapi tidak apa, dawet bisa dinikmati dengan berdiri. Macam lagi kondangan gitu. Bihihik.

Dawetnya enak dan super segar! Manisnya pun pas. Isinya ada dawet (cendol), telasih (selasih), bubur sumsum, dan ketan hitam. Kemudian disiram kuah santan dan diberi sedikit gula dan es batu. Ya Tuhan, saya kok jadi mencecap begini. Hihihi. Sluuurp!!

Oya, selain tempat duduk yang terbatas, bersiaplah menghadapi mbak-mbak penjual yang cuek dan jutek ya. Hihihi.

Timlo Sastro
Walaupun ini kuliner yang terkenal di Solo, tapi sesungguhnya waktu itu saya lupa 'memaksakan diri' untuk mencari tempat penjualnya karena sudah terlalu berbahagia mau ke Karanganyar. Hihihi. Pas di mobil, saya minta kami diantar makan apa saja (asal halal, karena ada Ang sodara-sodara!) di Solo sebelum perjalanan ke Karanganyar itu eh kok ya pas banget Pak Supir mengantar ke Timlo Sastro ini.

Aduh.. Timlo Sastro.. Glek.. Slup.. Saya lapaaaar!!

Saya pun pesan satu porsi isi ati saja. Yampun itu rasanya enak banget!! Kuahnya saya habiskan sampai benar-benar habis! Rasanya segar dan gurihnya pas! Sosis Solonya pun super enak. Dimakan dengan kerupuk tambah maha lagi. Kalau nggak ingat mau melanjutkan perjalanan yang cukup jauh, saya pasti mau nambah lagi. Hihihi. *aduh, jadi lapar* Hiks. *pesan tiket ke Solo* *berangkatbesok* *orangkaya* *tapibeliapartemennyicil* Krikkrik..

Pis Tuban/Pis Degan
Konon, di suatu sore setelah selesai berkeliling kota Solo dengan Bus Werkudara; saya, Kakatete, dan Ang memutuskan untuk makan dulu di salah satu tempat makan yang menjual masakan angkringan tapi tidak berbentuk angkringan. NAH! Ribet kan!

Namanya Kafe Dangan. Kami pun makan nasi kucing beserta teman-temannya. Saat sudah agak kenyang, Kakatete dengan jayanya datang ke meja membawa satu bungkusan. Lalu dia membuka dengan wajah sumringah. Bungkusan itu berisi Pis Tuban.

Oknum pembawa Pis Tuban dengan wajah sumringah.. :D

Pis Tuban dibuat dari pisang yang dicampur dengan santan dan beberapa bahan lain. Ada yang bentuknya kering dan basah, nah yang kemarin kami (iya, kami. Akhirnya kami makan bersama lah itu Pis Tuban karena masih lapar penasaran) makan itu yang basah. Rasanya manis. Sebenarnya enak kalau kami belum kekenyangan, tapi karena kami sudah kekenyangan, jatuhnya agak eneg. Hihihi.

Sate Kelinci
Oke ini bukan kuliner khas Solo sih tapi karena saya makan pas di Solo dan enak, jadi saya masukkan juga di sini. Hihihi.

Sate Kelinci.. 

Saya makan Sate Kelinci ini di Curug Jumog. Makannya di pinggir aliran air bersih dari curugnya. Sambil mengobrol dan bersantai, sungguh menyenangkan. :D

Rasa Sate Kelincinya cukup enak. Dagingnya empuk dan bumbu kacangnya halus dan tidak bikin eneg. Ibu dan bapak penjualnya juga ramah. Suasana juga enak. Bahagia lah. Hihihi.

Nah jadi itulah enam kuliner yang bertanggungjawab untuk naiknya berat badan saya sepulangnya dari Solo. Tapi selain bertanggungjawab untuk naiknya berat badan, kuliner di atas juga bertanggungjawab untuk berbahagianya saya kok. Jadi, all good! Hihihi.

Ada lagi kah kuliner di Solo yang harus saya coba? Ayo beritahu saya ya biar pas saya ke Solo lagi, saya bisa menambah berat badan lagi khasanah perkulineran. Biar rasa nggak hanya ada enak dan enak sekali. Hihihi.

Senyum dulu ah.. :)


4 comments: