Instagram: Ubermoon

Saturday, March 28, 2015

Nepal, Tujuh Bulan Lalu..

Post ini dibuat tepat tujuh bulan yang lalu. Tujuh bulan dari hari ini, 28 Maret 2015. :D

Saya sengaja menuliskannya di awal untuk bisa menangkap betapa aneh (dan lucu) perasaan ini mengingat bagaimana ini semua bermula.

Inilah cerita awal bagaimana perjalanan ke Nepal ini bisa terjadi. Tentang bagaimana acaknya kami, bagaimana lucunya momen ini bisa terbangun, dan bagaimana aneh namun luar biasanya perasaan dan pengalaman ini bagi saya pribadi. :D

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Namanya Chocky Sihombing. Seorang pekerja kantoran yang adalah juga seorang blogger. Saya 'bertemu' dengannya pertama kali tentu via blog. Kenapa saya taruh tanda kutip di kata BERTEMU, adalah karena sesungguhnya, hingga saya tulis post ini tujuh bulan lalu, kami belum pernah bertemu muka. :D Lalu bagaimana nama kami bisa tertera di sebuah tiket Kuala Lumpur - Kathmandu bersama padahal kami belum pernah bertemu? Itu lucu dan luar biasanya. :P

Kalian mungkin berpikir saya gila karena mau jalan bersama seorang lawan jenis yang bahkan belum pernah saya temui sebelumnya. Well, anggap saja begitu. Saya mungkin gila. Dan kalian mungkin kurang asyik hidupnya karena menghakimi saya gila. Tapi saya orang yang cukup percaya dengan perasaan saya, dengan keyakinan diri akan suatu hal. Khususnya hal-hal yang berhubungan dengan jalan-jalan. Hihihi. Maka ketika tiket dengan nama kami berdua ini terbeli, percayalah, saya sudah merasa aman dan nyaman membayangkan pergi bersama dia. Apa sesederhana itu? Ya. Sesederhana itu. And let me tell you; when something happens fast, practical, and simple, you kinda know it is right. You believe your gut. Just like a snap! :D

Komunikasi saya dan Chocky sebelumnya tidak pernah ada (ya saya penggemar tulisannya di blog tapi hanya silent reader saja) sampai suatu ketika saya melihat namanya berbalas tweet dengan teman saya Safitri. Saya pun bertanya apa itu benar Chocky yang blogger? Dijawab iya. Dari sana, kami saling follow dan kadang berbalas tweet tapi tidak intensif.

Sampai kemudian beberapa hari dari tujuh bulan lalu ini, kami berbalas tweet seperti di bawah ini:


Dari obrolan santai tanpa pretensi apa-apa itu eh ternyata sekembalinya saya dari Solo pas sekali AirAsia lagi promo Free Seat. Saya pun lihat-lihat destinasi mana saja yang ikut. Terpikir mau ke Nepal dan India di tahun 2015 ini, tapi semua masih ragu. Saat saya post keraguan saya di Path, tiba-tiba teman ada yang bertanya apa Jepang masuk program promo tersebut? Saya cari tahu ternyata ikut dan entah kenapa di pikiran langsung TRING!! Chocky! Hahaha.

Tweet pun berlanjut seperti di bawah ini.


Fast and smooth?
It was indeed.

Saya tahu dia sedang lebih sibuk dari saya, maka saya yang iseng cari-cari tanggal yang mungkin untuk kami pergi. Dari tweet lalu komunikasi lanjut ke Whatsapp dengan saya memberikan gambaran tanggal berapa saja yang bisa kami pergi lengkap dengan hari dan jumlah cuti yang harus diambil. Di tengah obrolan, saya bertanya apa dia sudah pernah ke Nepal? Karena sesungguhnya saya lebih ingin ke Nepal daripada Jepang. :p

Gayung bersambut, Chocky jawab belum pernah ke Nepal dan lebih tertarik ke sana. AHA! Pencarian pun dialihkan ke Nepal daripada Jepang. Hihihi. Semudah itu? Iya, semudah itu. Saya muncul lagi dengan beberapa pilihan tanggal keberangkatan dan kepulangan. Dari obrolan singkat kenapa pilih berangkat hari A, kenapa nggak hari B; lalu tentang berapa hari harus cuti blablabla, akhirnya kami memutuskan untuk berangkat hari ini 28 Maret 2015 dari Kuala Lumpur dan kembali 3 April 2015. Selesai soal tanggal, langsung pesan? Enggak. Hihihi. 

Saat itu sudah dekat jam 6sore dan karena paginya saya baru kembali dari Solo, saya mau pulang tepat waktu dan istirahat sehingga tidak bisa beli tiketnya saat itu. Chocky, on the other hand, masih terjebak di kantor dan ponselnya lowbat jadi tidak beli saat itu juga. Tapi apa kemudian kami tidak jadi beli? Oh tentu jadi! Saya menghargai sekali dia nanya siapa yang mau beli dan kapan belinya. Belum saya menjawab, dia sendiri yang menawarkan untuk membelinya malam itu sepulangnya dari kantor. Hehehe. The communication, I must say, was really good.

Malamnya saya lagi santai, Chocky menghubungi kembali sesuai janjinya. Konfirmasi ulang tanggal perginya kemudian ngobrol terus sambil dia klik-klik website AirAsia. Tidak sampai sepuluh menit kemudian: 'DONE!'

Perasaan saya membuncah! Secara pribadi saya memang ingin sekali ke Nepal dan bahagia sekali bisa ke sana tahun ini dan dapat tiket dengan harga terjangkau. Selain itu, saya senang dapat teman jalan yang cukup klik (ya ini komunikasi saat pembelian tiketnya sih klik, semoga pas jalan juga klik ya). :P

Keesokan harinya saat saya buka email, langsung tertera nama dia di kotak masuk. Lengkap dengan tiket kami. 

And that's how we ended up being together in this trip.
Big step? Maybe.
But what matter is that I'm happy I took the chance to do this.
It feels right.
It feels safe.
And if I ended up being 'not safe', I wrote this post seven months ago to tell you guys, his name is Chocky Sihombing. Yes. Full name. Find him if something bad happen to me!!

Hihihi.

Senyum dulu ah.. :)

Update1: Tanggal 11-12 Oktober 2014, saya bersama #DuoGinuk main ke Bandung dan Chocky (dalam rencana) akan ikut. Tiket kereta sudah dibeli, penginapan sudah dipesan, tapi ternyata Tuhan belum mempertemukan saya dan Chocky karena ternyata Bapak (papanya Chocky) mengalami kecelakaan sehingga Chocky harus pulang ke Jogja. :')

Friday, November 14, 2014

BEDOL BLOG.. Hati ini sudah berlabuh..

YAKIN!!

Yakin ini terakhir kalinya saya bedol blog! Nggak lagi-lagiiii...

Jadi The Uber Journey kini sudah pindah alamat ke..


www.ubermoon.me


HORE!!! Domain kheses!! :D Udah nggak pindah-pindah lagi ah. Capek! Hati ini sudah berlabuh..

Jadi teman-teman, ayo semua mampir ke rumah barunya The Uber Journey ya.. Jangan lupa 'Follow' dan sapa-sapa di kolom komentar. :D

Terima kasih..

Senyum dulu ah.. :)

Tuesday, November 4, 2014

Manjakan Lidah dan Perut di Solo..

Saya bukan tipe pejalan yang senang mencoba berbagai macam kuliner. Selain memang tidak begitu fasih dalam membedakan rasa (rasa makanan biasa saja juga kadang saya bilang enak asal mengenyangkan. Hihihi), konsekuensi dari mencoba berbagai kuliner lokal di daerah yang saya kunjungi itu sungguh berat.

Seperti yang dikatakan Melzop, teman dari #NescafeJourney, tipe badan kami, makan kuaci saja jadi lemak! :'( Hihihihi.

Tapi itu semua berubah ketika kerajaan api menyerang saya ke Solo bersama Kakatete. Sebagai partner dalam #DuoGinuk (eh, kami sekarang punya fanpage sendiri di Facebook, Like dong yah yah yah), kami berusaha menerima dengan legawa bahwa badan kami memang tidak mungkin bisa dipepet hingga ke ukuran 2 atau bahkan 4. Dengan pemikiran seperti itu, saya mengubah pola pikir dari 'yang penting kurusan' jadi 'yang penting sehat dan happy'. Berubahnya pola pikir ini malah membuat badan saya enakkan. Ukuran baju dari 8 - 10 jadi ................................ tetap 8 - 10. Ya setidaknya stabil lah. Bagus kan? KAN? KAN? JAWAB 'IYA'!! *siap-siap melempar lembing beracun*

Saat di Solo, saya benar-benar memanjakan lidah saya dengan berbagai macam makanan khas sana. Pulangnya, hati saya bahagia, perut saya menggelayut manja penuh sukacita, lidah saya bergoyang tanda gembira. Ah, kurang apa coba? :D

Ini beberapa makanan yang saya kejar untuk coba ketika di Solo.

Gudeg Ceker Mergoyudan
Saya nggak tahu apa harus yang 'Mergoyudan' yang enak, tapi saya keukeuh mau mencoba yang Mergoyudan ini sesampainya kami di Solo. Gudegnya beda dengan gudeg di Yogya karena ini gudeg basah. Berkuah dan rasanya pun tidak terlalu manis. Jadi untuk yang sering mengeluh blah dengan manisnya Gudeg Yogya, monggo dicoba Gudeg Solonya mbak, mas. :D

Gudeg Ceker Mergoyudan. Kalau di foto kok kelihatannya horror ya. Hahaha.

Gudeg disajikan dengan pilihan nasi atau bubur. Dilengkapi dengan ceker (cakar ayam) yang tak terhingga banyaknya, tapi kalau kurang, tentu bisa pesan ceker tambahan. Saya suka rasa segarnya. Walaupun bersantan tapi tetap terasa ringan. Gurihnya juga pas!

Gudeg ini buka dari malam hingga pagi. Paginya pagi sekali karena jam 6 pagi biasanya sudah habis! Kemarin saya datang jam setengah enam dan beruntung masih dapat! Gnom gnom gnom!

Nasi Liwet Bu Sri
Ini nasi kesukaan saya! Oke, selain Nasi Tutug Oncom tentunya. Hihihi. Dan Nasi Liwet adalah pilihan makan pagi yang terkenal di seantero Solo. Ya semacam bubur ayam atau nasi uduk di Jakarta, toast di negara barat sana, atau buah segar di rencana diet saya. Cieeee, pencitraan maksimal. Makan pagi buah. Padahal lalu kelaparan, jam sepuluh cari makan lagi buka-buka kulkas kantor. Hihihi. *pukul-pukul sayang perut yang membulat*

Yampun kok jadi lapar? >.<

Nasi Liwet Bu Sri ini berlokasi di seberang Pasar Gede, Solo. Posisinya tidak menghadap Pasar Gede melainkan memunggungi, berhadapan dengan toko akuarium yang besar. Tanya saja sama petugas parkir dekat Pasar Gede, hampir semua tahu kedai minimalisnya Bu Sri ini. :D

Bu Sri sangat ramah melayani dan senang diajak mengobrol. Sayangnya, bagi saya, nasi liwetnya terasa biasa saja. Enak, tapi tidak yang enak sekali. Nasi liwetnya dilengkapi berbagai pilihan lauk tambahan dan saat saya makan di sana, saya mencoba makan lauk uritan untuk pertama kalinya. Uritan adalah bakal telur ayam. Bentuknya bulat berwarna kuning dengan tekstur agak keras dan rasa agak kering. Ini lauk kesukaan Kakatete yang sudah susah didapatkan di tempat lain. :D

Dawet Telasih Bu Dermi
Sudah makan nasi liwet di seberang Pasar Gede sayang sekali kalau nggak masuk ke dalam pasarnya. Selain ada banyak buah segar yang menggoda, di dalam Pasar Gede ini juga ada dawet telasih yang terkenal. Dawet Telasih Bu Dermi namanya. :D

Dawet Telasih.. Kesegaran tiada tara.. :')

Banyak yang menjual dawet telasih di dalam Pasar Gede tapi membaca dari ulasan beberapa orang, saya keukeuh mencari Dawet Telasih Bu Dermi ini. Hihihi. Posisinya ada di belakang jadi setelah masuk Pasar Gede, jalan saja terus ke arah belakang. Tempatnya tidak besar dan jumlah tempat duduknya pun sangat terbatas. Tapi tidak apa, dawet bisa dinikmati dengan berdiri. Macam lagi kondangan gitu. Bihihik.

Dawetnya enak dan super segar! Manisnya pun pas. Isinya ada dawet (cendol), telasih (selasih), bubur sumsum, dan ketan hitam. Kemudian disiram kuah santan dan diberi sedikit gula dan es batu. Ya Tuhan, saya kok jadi mencecap begini. Hihihi. Sluuurp!!

Oya, selain tempat duduk yang terbatas, bersiaplah menghadapi mbak-mbak penjual yang cuek dan jutek ya. Hihihi.

Timlo Sastro
Walaupun ini kuliner yang terkenal di Solo, tapi sesungguhnya waktu itu saya lupa 'memaksakan diri' untuk mencari tempat penjualnya karena sudah terlalu berbahagia mau ke Karanganyar. Hihihi. Pas di mobil, saya minta kami diantar makan apa saja (asal halal, karena ada Ang sodara-sodara!) di Solo sebelum perjalanan ke Karanganyar itu eh kok ya pas banget Pak Supir mengantar ke Timlo Sastro ini.

Aduh.. Timlo Sastro.. Glek.. Slup.. Saya lapaaaar!!

Saya pun pesan satu porsi isi ati saja. Yampun itu rasanya enak banget!! Kuahnya saya habiskan sampai benar-benar habis! Rasanya segar dan gurihnya pas! Sosis Solonya pun super enak. Dimakan dengan kerupuk tambah maha lagi. Kalau nggak ingat mau melanjutkan perjalanan yang cukup jauh, saya pasti mau nambah lagi. Hihihi. *aduh, jadi lapar* Hiks. *pesan tiket ke Solo* *berangkatbesok* *orangkaya* *tapibeliapartemennyicil* Krikkrik..

Pis Tuban/Pis Degan
Konon, di suatu sore setelah selesai berkeliling kota Solo dengan Bus Werkudara; saya, Kakatete, dan Ang memutuskan untuk makan dulu di salah satu tempat makan yang menjual masakan angkringan tapi tidak berbentuk angkringan. NAH! Ribet kan!

Namanya Kafe Dangan. Kami pun makan nasi kucing beserta teman-temannya. Saat sudah agak kenyang, Kakatete dengan jayanya datang ke meja membawa satu bungkusan. Lalu dia membuka dengan wajah sumringah. Bungkusan itu berisi Pis Tuban.

Oknum pembawa Pis Tuban dengan wajah sumringah.. :D

Pis Tuban dibuat dari pisang yang dicampur dengan santan dan beberapa bahan lain. Ada yang bentuknya kering dan basah, nah yang kemarin kami (iya, kami. Akhirnya kami makan bersama lah itu Pis Tuban karena masih lapar penasaran) makan itu yang basah. Rasanya manis. Sebenarnya enak kalau kami belum kekenyangan, tapi karena kami sudah kekenyangan, jatuhnya agak eneg. Hihihi.

Sate Kelinci
Oke ini bukan kuliner khas Solo sih tapi karena saya makan pas di Solo dan enak, jadi saya masukkan juga di sini. Hihihi.

Sate Kelinci.. 

Saya makan Sate Kelinci ini di Curug Jumog. Makannya di pinggir aliran air bersih dari curugnya. Sambil mengobrol dan bersantai, sungguh menyenangkan. :D

Rasa Sate Kelincinya cukup enak. Dagingnya empuk dan bumbu kacangnya halus dan tidak bikin eneg. Ibu dan bapak penjualnya juga ramah. Suasana juga enak. Bahagia lah. Hihihi.

Nah jadi itulah enam kuliner yang bertanggungjawab untuk naiknya berat badan saya sepulangnya dari Solo. Tapi selain bertanggungjawab untuk naiknya berat badan, kuliner di atas juga bertanggungjawab untuk berbahagianya saya kok. Jadi, all good! Hihihi.

Ada lagi kah kuliner di Solo yang harus saya coba? Ayo beritahu saya ya biar pas saya ke Solo lagi, saya bisa menambah berat badan lagi khasanah perkulineran. Biar rasa nggak hanya ada enak dan enak sekali. Hihihi.

Senyum dulu ah.. :)