Nama kota ini tidak terlalu terkenal dibanding Busan atau Seoul. Tapi, menghabiskan dua malam di kota kecil ini membuat saya segar kembali. Kota ini sudah menyentuh hati saya. Sokcho namanya.
Sokcho adalah kota kecil, lima jam dari Busan, dua jam dari Seoul. Merupakan kota gerbang masuk Seoraksan National Park, kebanyakan wisatawan datang ke Sokcho memang untuk mendaki gunung yang terkenal ini: Gunung Seorak!
Saat saya jadinya ke Korea Selatan bersama Bujendral, saya sempat berpikir ulang apakah akan ke Sokcho atau tidak; akan mendaki Gunung Seorak atau tidak. Setelah melalui pemikiran yang lumayan lama, akhirnya saya memutuskan akan tetap ke Sokcho! Keputusan ini tidak salah. :)
Kami sampai di Sokcho siang menuju sore. Pertama memasuki kota ini dengan bus, saya langsung suka! Ada rasa 'homey' terasa. Jalan utamanya besar namun tidak terlihat sibuk, justru cenderung lengang. Udaranya menyegarkan dan orang-orangnya banyak senyum. Dengan santai kami jalan menggeret koper dari terminal menuju penginapan.
Memasuki penginapan, rasa hangat terasa. Host kami yang lancar berbahasa Inggris memberitahu kami beberapa tempat di Sokcho yang bisa dikunjungi. Tidak hanya Taman Nasional Seoraksan, di Sokcho ini juga ada danau, perkampungan nelayan (yang menjadi tempat syuting salah satu K-Drama.. oh, jangan tanya saya judulnya.. hahaha), pusat spa alam, laut, satu jalan terkenal sebagai pusat perbelanjaan, dan pasar ikan! Kecil tapi ternyata banyak yang bisa dijelajahi. :D
Untuk transportasi, di Sokcho tidak ada metro/subway, hanya ada bus dan taksi. Bus dan taksinya tidak bisa dibayar dengan T-Money, cash atau pakai kartu kredit saja. Tidak tahu sih kartu kredit dari Indonesia bisa dipakai atau tidak karena saya nggak coba. Hihihi. Saya juga tidak coba naik taksi di sana karena bus sudah memenuhi banyak rute dan terhitung sangat nyaman. Yang penting ada uang pecahan kecil untuk bayar. :D Transportasi lain: sepeda! Di penginapan saya ada sepeda yang bebas dipakai keliling, cuma sayangnya saat saya dan Bujendral mau sepedaan, sepedanya lagi habis dipakai semua. :(
Senangnya lagi, setelah satu hari satu malam di Sokcho, saya dan Bujendral sama-sama menyadari bahwa supir bus di Sokcho amat sangat 'melayani' dan menjaga penumpangnya. Bus hanya akan berhenti dan mengangkut penumpang di halte. Itu sudah biasa? Iya! Nilai plusnya adalah, karena kebanyakan yang naik adalah orang tua, bus tidak akan jalan sebelum supir melihat orang tua itu duduk (atau mendapat pegangan - kalau kursi bus sudah terisi penuh) dari spion tengahnya yang besar. Jadi semua penumpang sehat selamat bahagia tenang tentrem. :)
Karena kota kecil, di Sokcho juga kami mengalami keramahan tak terkira. Mulai dari host penginapan kami yang mengantar kami keluar dan menunggu hingga kami berbelok sambil terus menunduk-nunduk hormat, sampai seorang ibu-ibu yang menyapa kami di terminal bus dan berbicara dalam bahasa Korea dengan cepat, tak berhenti, walaupun beliau tahu kami tidak mengerti satu kata pun yang diucapkan. :))
Di hari kedua kami di Sokcho, Bujendral bertanya apa bisa kami tinggal lebih lama di kota ini dan mengurangi jatah bermalam kami di Seoul (kota selanjutnya yang akan kami kunjungi setelah dari Sokcho ini). Sebegitu menancapnya Sokcho di hati kami.
Sokcho.
Kota yang ramah dan menyenangkan. Kota yang akan sangat nyaman untuk ditinggali (dan dikunjungi lagi) di masa tua. Kota dengan aura damai dan hangat. Kota yang menggugah hati. :) Menawarkan banyak tempat dan pengalaman lebih dari hanya sekedar kemasakinian.
Senyum dulu ah.. :)
Mantap! Saya suka kota kecil yang ramah dan tenteram.
ReplyDeleteSudah pernah ke Jeju, Kak?
Halo halo.. Salam kenal.. Terima kasih sudah mampir..
DeleteJeju belum pernah.. Tapi ingin sekali ke sana. Nanti kalau ke Korea Selatan lagi, berencana ke Jeju deh. :)
Dari tulisanmu, kota ini benar2 ideal ya. Mencuri perhatian banget, kelak aku mau ke sini juga ah. Thanks, mBul
ReplyDeleteIdeal dan menyenangkan dan menenangkan. :) Kembali kasiiiih.. :D
Delete